Nestapa Kisah Konsumen Cluster Maxwell MXLA 028 Sumarecon  

Senin, 20 Juni 2022 10:51 WIB

Share
Dokumen pengosongan rumah secara paksa
Dokumen pengosongan rumah secara paksa

Jalan Terjal Mencari Keadilan, Potret Yang Kuat Memakan yang Lemah

Oleh A Edison Nainggolan

Ini adalah kisah yang biasa terjadi, manakala yang kuat dan merasa kuat bisa melakukan apapun manakala kepentingan bisnisnya terganggu.  Bukan Cuma kehormatan, nyawa pun bisa jadi taruhannya.

Kisah ini terjadi antara seorang konsumen, pembeli rumah di kawasan Cluster Maxwell MXLA 028, Gading Serpong milik Sumarecon Group, sebuah pengembang besar di tanah air.

Lawannya adalah konsumennya sendiri, Agus Darma Wijaya (47), yang membeli sebuah rumah elit di kawasan itu dengan harga lumayan mahal. Tentu saja untuk membeli sebuah rumah bernilai miliaran tak mungkin dibeli tunai oleh seorang warga biasa.  Jalannya adalah kredit melalui perbankan atau melalui pengembang itu sendiri.

Alhasil, awal mulanya, proses mencicil berjalan lancar.  Namun siapa nyangka bahwa pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia.  Tak terkecuali Indonesia.  Semua bisnis terdampak, ekonomi merosot termasuk penghasilan ayah dari dua orang anak yang harus tetap bertahan dalam situasi sulit.  Setelah sempat terseok-seok akhirnya Darma menyerah.  Dia beberapa kali meminta keringanan cicilan dari Rp 65 juta sebulan menjadi Rp 25 juta.  Prinsipnya, dia tetap mempunyai itikad baik agar tetap bisa tinggal di rumah tersebut bersama dengan anak dan istrinya.

Namun apa yang bisa dikata, ketika ekonomi makin surut, Agus Darma, kembali meminta keringanan.  Namun hubungan antara konsumen dengan pemilik perumahan mulai tidak setara lagi.  Beberapa kali upaya meminta keringanan dan mencari solusi tidak menemukan titik temu.  Termasuk kalaupun rumah harus dijual kepada pihak lain, sebagai alternatif terakhir, Agus berharap mendapatkan uang agar bisa pindah mencari tempat yang lebih murah.  Agus tentu kecewa, dengan uang yang sudah dia setorkan kurang lebih Rp 602 juta, dia hanya dijanjikan mendapatkan sisanya Rp 102 juta belum dipotong lagi biaya-biaya lain mungkin hanya tersisa 60 jt saja.  Tentu tak cukup untuk pindah ke tempat lain.

Pada akhirnya, Agus Darma sebagai warga negara Indonesia yang paham hukum mencari solusi lain.  Dia lalu mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Tangerang, perihal sengketa dan berbeda pendapat soal masalah macetnya angsuran rumah itu.

Agus memahami bahwa pengembang memang pernah menyodorkan perjanjian yang isinya memungkinkan si konsumen untuk “diusir” dari rumah tersebut manakala tidak mampu memenuhi kewajibannya membayar dengan teratur, terlepas dari adanya bencana nasional, kahar atau pun force major.

Melalui pengadilan, Agus berharap perjanjian perdata yang didasari atas itikad baik ini akan berakhir dengan baik dan saling menguntungkan.

Halaman
Reporter: Thania
Editor: A Edison Nainggolan
Sumber: -
Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar